Hari Film Nasional Tanggal 30 Maret 2024
Selamat Memperingati Hari Film Nasional!
Film Indonesia sebenarnya sudah mulai diproduksi sejak zaman penjajahan Belanda. Film Indonesia pertama bahkan sudah dirilis di tahun 1926 berjudul Loetoeng Kasaroeng dan Lily Van Shanghai di tahun 1928. Sayangnya, meski menghadirkan banyak aktor lokal, dua film tersebut disutradarai oleh orang asing dan mencerminkan adanya dominasi Belanda dan Tiongkok.
Titik terang perfilman Indonesia mulai terlihat saat tahun 1950, saat sutradara Indonesia Usmar Ismail berhasil memproduksi film berjudul Darah dan Doa atau The Long March of Siliwangi melalui perusahaan film miliknya sendiri, Perfini. Hari pertama pengambilan gambar dari film ini adalah tanggal 30 Maret 1950. Itulah kenapa Hari Perfilman Nasional ditetapkan oleh Dewan Film Nasional di tanggal tersebut. Film Darah dan Doa menuai sukses karena menggambarkan ideologi yang dimiliki oleh orang-orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan
mereka.
Dari situ pula momen tersebut dianggap menjadi titik bangkitnya perfilman Tanah Air pada era Presiden BJ Habibie dan diresmikan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999.
Pada 1949, Usmar Ismail yang sebelumnya anggota staf pengarang Pusat Kebudayaan Jakarta dan Mayor TNI di Yogyakarta, mulai bekerja untuk South Pacific Film Corporation.
Setelah berhasil menyutradarai beberapa film, Usmar Ismail bersama beberapa teman seniman mendirikan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Dengan modal pesangon dari dinas ketentaraan, Usmar Ismail kemudian membuat film The Long March, yang lebih populer dengan judul Darah dan Doa.
Pada 30 Maret 1950, rombongan produksi Darah dan Doa berangkat ke Purwakarta untuk memulai proses pengambilan gambar. Darah dan Doa mengisahkan perjalanan pulang pasukan TNI Divisi Siliwangi dari Yogyakarta ke Jawa Barat setelah ibu kota sementara Indonesia saat itu diduduki Belanda. Hari pertama pengambilan gambar Darah dan Doa kemudian ditetapkan sebagai Hari Film Nasional oleh Dewan Film Indonesia (DFI) dalam pertemuan organisasi-organisasi perfilman pada 11 Oktober 1962.
Daya tarik tontonan baru ini ternyata mengagumkan. Film lokal pertama kali diproduksi pada tahun 1926, dengan judul “Loetoeng Kasaroeng” yang diproduksi oleh NV Java Film Company, adalah sebuah film cerita yang masih bisu. Agak terlambat memang, karena pada tahun tersebut di belahan dunia yang lain, film-film bersuara sudah mulai diproduksi. Kemudian, perusahaan yang sama memproduksi film kedua mereka dengan judul “Eulis Atjih”.
Setelah film kedua ini diproduksi, kemudian muncul perusahaan-perusahaan film lainnya seperti Halimun Film Bandung yang membuat Lily van Java dan Central Java Film (Semarang) yang memproduksi Setangan Berlumur Darah.
Selamat Memperingati Hari Film Nasional Tahun 2024.
National Film
Happy National Film Day!
Indonesian films have actually been produced since the Dutch colonial era. The first Indonesian films were even released in 1926, entitled Loetoeng Kasaroeng and Lily Van Shanghai in 1928. Unfortunately, even though they featured many local actors, these two films were directed by foreigners and reflected Dutch and Chinese domination.
The bright spot in Indonesian cinema began to appear in 1950, when Indonesian director Usmar Ismail succeeded in producing a film entitled Blood and Prayer or The Long March of Siliwangi through his own film company, Perfini. The first day of shooting for this film was March 30, 1950. That is why National Film Day was declared by the National Film Board on that date. The film Blood and Doa was successful because it depicted the ideology of the Indonesian people in fighting for their independence.
From there, this moment is considered to be the point of revival of Indonesian cinema during the era of President BJ Habibie and was inaugurated by the government through Presidential Decree of the Republic of Indonesia Number 25 of 1999.
In 1949, Usmar Ismail, previously a member of the writing staff of the Jakarta Cultural Center and a TNI Major in Yogyakarta, began working for the South Pacific Film Corporation. After successfully directing several films, Usmar Ismail and several artist friends founded Perfini (Indonesian National Film Company).
With severance pay from the army, Usmar Ismail then made the film The Long March, which is more popular with the title Blood and Prayer. On March 30 1950, the Blood and Prayer production group left for Purwakarta to begin the shooting process. Blood and Prayer tells the story of the return journey of Siliwangi Division TNI troops from Yogyakarta to West Java after the temporary capital of Indonesia was occupied by the Dutch. The first day of shooting Blood and Prayer was then designated as National Film Day by the Indonesian Film Council (DFI) at a meeting of film organizations on October 11 1962.
The appeal of this new spectacle turned out to be amazing. The first local film produced in 1926, with the title "Loetoeng Kasaroeng" produced by NV Java Film Company, was a silent story film. It was a bit late, because that year in other parts of the world, sound films had already begun to be produced. Then, the same company produced their second film with the title "Eulis Atjih".
After this second film was produced, other film companies emerged such as Halimun Film Bandung which made Lily van Java and Central Java Film (Semarang) which produced Setangan Berlumur Uang.
Happy National Film Day 2024.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar